Banjar Kertalangu Bentuk Kelian Tempek Antisipasi Kejahatan

http://ift.tt/eA8V8J

Laporan Wartawan Tribun Bali, AA Putu Santiasa Putra

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Banjar Kertalangu, Desa Kesiman Kertalangu, Desa Pakraman Kesiman, Jalan Gandapura, Denpasar, Bali merupakan banjar yang warganya berasal dari berbagai daerah. Banjar ini didiami 500 kepala keluarga (KK) adat dan 200 KK dinas. Banjar Kertalangu ini dinobatkan sebagai banjar terpadat penduduknya di antara banjar yang ada di Desa Kesiman.

Sedangkan mata pencaharian krama Banjar Kertalangu sebanyak 40 persen bekerja di bidang pariwisata, 20 persen sebagai pedagang, 10 persen di bidang pendidikan, dan sisanya bekerja di bidang lain.

I Gusti Nyoman Nawa Kelian Dinas pertama Banjar Kertalangu, Tribun Bali, Rabu (01/04/2015) mengungkapkan awalnya wilayah banjar Kertalangu merupakan areal persawahan hijau. Kemudian berkembang jumlah peduduknya, pada 1973 silam terbentulak kelompok masyarakat yaitu Banjar Kertalangu. Kertha berarti tertib dan langu berarti indah.

Kakek yang rambutnya sudah memutih ini mengatakan untuk menjaga ketertiban administrasi kependudukan dan meminimalisir tindakan kriminal, setiap penduduk baru harus membuat surat pindah dan surat kelakuan baik dari tempat asalnya.

Semakin hari jumlah penghuni baik penduduk tetap maupun musiman banyak yang memilih tinggal di wilayah Banjar Kertalangu, seperti mengontrak rumah dan kos-kosan. Untuk itu, setiap daerah yang termasuk wilayah Banjar Kertalangu membentuk kelian tempek, yang bertugas memantau setiap daerahnya.

“Sampai sekarang sistem ini terus berkelanjutan. Khawatir kalau ada orang yang tidak benar tinggal di sini (wilayah Banjar Kertalangu),” jelas Nawa.

Hal senada dikatakan Kelian Dinas Banjar Kertalangu I Nengah Mileh. Menurutnya, selama ini pendataan warga khususnya penduduk musiman selalu dilakukan. Dirinya tidak segan-segan jemput bola ke warga baru yang tinggal di Kertalangu.

“Jika saya sibuk, ada orang yang saya tugaskan mendata. Nanti saya ditelepon untuk menandatangai berkas,” ujar Mileh yang juga Dosen Sastra Indonesia di perguruan tinggi di Denpasar ini. (*)

from Tribun Bali http://ift.tt/1Gh8v0C

via BaliWiki